Sabtu, 27 Februari 2016

Norma Hauri; Cita Rasa Eropa Abad Pertengahan


Pada tahun 2008 Norma Moi memutuskan untuk mengenakan hijab, desainer yang awalnya berprofesi sebagai make-up artist ini merupakan lulusan dari Cosmoprod Make-up School, Singapura. Saat mengenakan hijab ia merasa sulit untuk menemukan busana yang cocok dengan dirinya, berawal dari hal tersebutlah Norma membuat sendiri pakaiannya. Norma melabeli pakaiannya dengan nama Hauri Collezione, baru setelah tahun 2014 nama tersebut berganti dengan Norma Hauri.

Kejayaan bangsa Eropa pada masa lalu selalu menjadi inspirasi Norma dalam mendesain busananya, gaya dan filosofi pertengahan abad 20 di Eropa menjadi tema yang ia angkat dalam koleksi Spring / Summer 2016 nya kali ini. Visionary menampilkan busana - busana berpotongan pertengahan abad 20 dengan cita rasa modern, koleksi busana tersebut juga tentunya disesuaikan untuk para pengguna hijab. Selain potongan busananya, material yang digunakan Norma pun disesuaikan dengan masa itu, seperti jaquard, organza dan parachute silk.













Norma Hauri merupakan premium label dengan menitik beratkan pada busana gaun malam, namun terdapat juga beberapa busana yang dapat digunakan sehari-hari. Perpaduan busana potongan klasik dengan warna dan motif yang modern memberikan unsur kekinian dalam koleksi Norma ini. Penutup kepala yang diberi kawat hingga terkesan melayang, hingga bahan plastik berwarna pada topi memberikan efek dramatis pada koleksi ini. 


Bayu Raditya Pratama  

Rabu, 24 Februari 2016

Etu by Restu Anggraini; Maskulin dalam Modest Wear


Restu Anggraini tertarik untuk mengolah busana pria menjadi busana wanita, ide gagasan tersebut ia kembangkan dalam membuat koleksi Etu by Restu Anggraini Spring / Summer 2016. Menurut Restu banyak busana pria yang dapat digunakan oleh wanita, seperti blazer, coat, sampai kemaja. Namun memang harus terdapat beberapa penyesuaian, terlebih sebagai busana modest wear wanita karena adanya ketentuan tertentu bagi sebagaian penganut style ini.

Dalam mengolah busana modest wear wanita, Restu mencoba untuk menampilkan potongan busana pria menjadi lebih feminin tanpa menghilangkan kesan maskulin nya. menurut Restu, ketika mendesain busana modest wear untuk wanita aktif sangatlah penting mengedepankan unsur simpel dan fungsional. Melalui koleksi Spring / Summer 2016 yang ia beri tema The Rationalist, Restu berharap busana rancanganya dapat terlihat fungsional namun tetap sophisticated.













Meskipun Restu menggunakan potongan busana pria, namun detail drapery dan potongan asimetris pada setiap busana memberikan kesan feminin. Siluet warna - warna monokrom yang terkesan maskulin pun diredam dengan penggunaan warna dusty pink. Secara keseluruhan desain busana yang ditampikan restu sangatlah ready to wear dan modern, koleksi ini pun sepertinya tidak hanya akan diminati oleh para penganut style modest, tetapi juga masyarakat secara umum.

Bayu Raditya Pratama

Senin, 22 Februari 2016

Lekat; Desain Kontemporer Dengan Tenun Baduy


Budaya dan seni kriya khas Indonesia membuat Amanda Indah Lestari jatuh hati, lulusan desain grafis ini membuat koleksi busana ready to wear perdana nya di tahun 2012, setelah sebelumnya hanya memproduksi aksesoris. Di tahun ke-3 nya ini Amanda masih konsisten dalam mengeksplorasi kain tenun suku Baduy, mengangkat tenun suku Baduy menjadi busana yang modern ialah harapan Amanda ketika membuat label Lekat.

Setelah pada koleksi - koleksi sebelumnya Amanda menggunakan tenun suku Baduy dengan warna teduh, hal berbeda dilakukanya pada koleksi Spring / Summer 2016 kali ini, Warna - warna tenun baduy yang lebih berani pun ia padukan dengan bahan - bahan lain yang lebih simple. Dalam koleksinya kali ini Amanda juga berkolaborasi dengan illustrator Angela Judiyanto dengan mengusung tema The eyes has to travel. Menurut Amanda, tema The eyes has to travel menginterpretasikan perjalanan Lekat dalam memperkenalkan tenun baduy sebagai salah satu warisan budaya Indonesia.

















Kain tenun suku Baduy dikombinasikan dengan bentuk busana kasual nan simple, membuat keseluruhan koleksi terasa kontemporer. Eksporasi untuk membuat kain tradisional menjadi bentuk kekinian pun sangatlah terlihat, namun memang koleksi Lekat kali ini lebih terasa berani dalam permainan detailnya dibanding koleksi - koleksi sebelumnya. Dengan koleksi yang kian kontemporer ini sepertinya butuh waktu hingga masyarakat luas dapat menerimanya, terlebih untuk beberapa busana seperti rok panjang dengan detail kain perca, atau coat dengan detail tambalan.

Bayu Raditya Pratama   
   

Minggu, 21 Februari 2016

D'leia; Tas Luxury Rasa Indonesia


Berawal dari kecintaan Lea Maria Judipranata kepada aksesoris tas dan kreasi khas Indonesia, pada tahun 2010 Lea memulai membuat label aksesoris yang diberi nama D'leia. D'leia merupakan label aksesoris khususnya tas wanita yang menggabungkan unsur luxury dengan kerajinan tangan Indonesia, material khas Indonesia berupa kain tenun dan songket yang dikombinasikan dengan bentuk - bentuk tas premium.

Bahan dasar tas buatan Lea pun ia dapatkan langsung dari berbagai daerah pengrajin, seperti songket dari NTT dan NTB, anyaman dari Kalimantan, dan kulit dari Jawa Barat. menurut Lea label D'leia hadir untuk memenuhi keinginan para wanita yang tetap ingin bergaya khas Indonesia, namun tetap terasa eksklusif dan luxury. Koleksi D'leia pun tak hanya berbahan songket, beautiful woven pandanus merupakan koleksi D'leia yang menggunakan bahan rotan dan daun pandan. Hampir keseluruhan koleksi D'leia menggunakan bahan - bahan alami dan kental dengan nuansa Indonesia.
 
















Dalam koleksinya yang Lea tampilkan di Jakarta Fashion Week 2016 ini sangatlah kontemporer, unsur kriya Indonesia yang digabungkan dengan bentuk tas modern menciptakan bentuk baru yang unik. Dari penampilannya pun tas ini dapat dengan apik berpadu dengan busana yang modern yang sedang tren saat ini, meskipun tetap harus adanya penyesuaian. Kedepannya tentunya kreatifitas dan inovasi yang menjadi tantangan Lea agar produk ini dapat diterima secara global.

Bayu Raditya Pratama